Hari ini adalah dimana hari pertama masuk sekolah untuk
semester genap. Semua guru dan karyawan masuk tidak ada yang absen, malahan ada
satu orang ikut gerbong kami. Dan posisi itu adalah posisi yang sekarang aku
duduk. Aku berbahagia, karena ada teman yang bisa menemani untuk membawa kereta
ini tetap lurus dan mengikuti rel yang dibuat oleh PT KAI, hehehe
Di tempat ku ini adalah sekolah swasta yang berada di
pinggiran kota Majenang, yaitu tepatnya kecamatan Cimanggu, kabupaten Cilacap. Bukan
rahasia umum lagi bahwa murid-murid swasta memang memerlukan perlakuan yang
khusus karena kasus yang dilakukan oleh siswa dan siswi kami juga luar biasa.
Merokok, membolos, memalak teman dan kasus seperti itu adalah hal yang biasa.
Dua minggu kemarin adalah liburan, Aku berkunjung ke
beberapa tempat, salah satunya adalah bertemu dengan teman kuliahku yang
sekarang menjadi dosen. Aku bertemu dengannya disela-sela dia sedang tidak ada
jadwal untuk mengawas UAS. Aku banyak mengobrol dengan dia, mulai dari hal yang
basa-basi sampai hal saling tanya “kapan nikah?”. Namun, Aku menanyakan hal
yang serius pada dia, yaitu menanyakan tentang sosiolog bernama Max Weber.
Max Weber adalah seorang sosiolog yang massanya sama dengan
Karl Marx, Adam Smith. Karya yang paling terkenal adalah Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme. Banyak sekali yang membahas tentang seperti apa karya
tersebut. Namun Aku menanyakan pada temanku tersebut adalah mengenai pandangan
pendidikannya. Karena temanku yang di kampus mengajar fiqih dan pengembangan
kurikulum tak banyak mengenai pandangan Max Weber terhadap pendidikan.
Aku menanyakan hal tersebut, karena saat itu Aku mengikuti
perkaderan khusus di IMM yaitu Perkaderan Baret Merah PC IMM Sukoharjo. Dan kebetulan
memang membahas tokoh asal Prancis ini. Aku pernah membaca bahwasanya pendidikan
mempersiapkan peserta didik untuk hidup bermasyarakat. Mulai dari perilaku
hingga pekerjaan, harus mengikuti masyarakat. Dan hal tersebut Aku setuju
dengan pendapat Max Weber ini. Namun ada hal lain yang menarik tentang pendapat
Max Weber tersebut. Yaitu masyarakat membentuk peserta didik tersebut. Sebagai
contoh, adalah pemberian fasilitas sepeda motor kepada peserta didik dibawah
umur 17 tahun. Para orang tua tidak bisa memilih hal lain selain memberikan
fasilitas ini, karena jika menggunakan transportasi umum biaya yang dikeluarkan
akan membengkak untuk keperluan pendidikan anak. Lalu apakah memang seharusnya
masyarakat di didik terlebih dahulu tentang pentingnya pendidikan bagi anak walaupun
dengan biaya yang mahal atau para orang tua lebih mementingkan dapurnya untuk
kelangsungan hidup keluarganya tersebut?
Memang kasus kenakalan anak-anak dan remaja sekarang bukan
hanya pada pemberian fasilitas sepeda motor ini, ada hal lainnya yaitu teman
sebaya yang tidak membuat kondusif untuk belajar. Mulai dari nongkrong di rumah
teman, begadang sekedar untuk mainan game COC dan hal lainnya yang membuat
kasus-kasus itu muncul. Namun, yang menjadi masalah adalah peran orang tua dan
masyarakat yang harus lebih memperhatikan peserta didik ini agar bisa lebih
baik dan menciptakan masyarakat yang baik.
Di lingkungan luar sekolah memang banyak sekali yang menjadi
penyebab kenakalan remaja tersebut. Termasuk pemberian fasilitas sepeda motor
ini. Namun, selain itu adakah solusi bagi masalah ini yang bisa dilakukan oleh
pihak sekolah? Pasti ada, hanya saja memang pengorganisasian di dalam sekolah
tersebut harus baik dan rapi. Misalnya dengan memberikan fasilitas angkutan dari
tempat peserta didik ke sekolah. Dan lagi-lagi sekolah harus bisa mengotak-atik
RAPBS, dimana gaji guru dan karyawan serta anggaran lainnya akan terkurangi
jikalau memang ada fasilitas angkutan, karena jika dibebankan pada orang tua
seluruhnya tentu akan memberatkan para orang tua.
Kembali lagi pada pertanyaan, apakah kita harus mendidik
terlebih dahulu masyarakat sebelum mendidik peserta didik? Lalu solusi apa yang
harus dilakukan bagi masyarakat dan pihak sekolah agar peserta didik ketika di masyarakat
membuat lebih baik?
0 komentar :
Posting Komentar